Monday, October 24, 2016

Yey, 1984!

Sejak Pak Eko Sujatmiko ngeh saya suka baca buku yang agak kurang biasa, saya langsung dapat beberapa rekomendasi literatur keren. Salah satunya buku ini. Karya (yang sepertinya paling populer) dari George Orwell berjudul 1984. Saya langsung tertarik tapi belum kesampaian lirik-lirik buku keren itu.

Hingga suatu hari di penghujung September, saya mendamparkan diri di TM Book Store, Depok Town Square. Saya menemani mama yang ingin mencari buku pola menjahit dan bapak yang berburu mata jangka. Keduanya asyik mengulik-ulik toko yang sepertinya baru akan mereka kunjungi 5 tahun sekali deh. Hehehe.. Sejak kami anak-anaknya tidak lagi duduk di bangku sekolah, mereka otomatis jarang berkunjung ke toko buku lagi.

Saya iseng melihat area buku-buku baru. Maksud hati ingin melihat karya Paulo Coelho atau Rosi L. Simamora, eh mata saya tertahan oleh deretan buku-buku bersampul menarik dengan tulisan "George Orwell" di sela-selanya. Langsung dong saya cari 1984 dan ternyata ada!



Seneng banget. Makin seneng ketika IMDB memberi info ternyata film kesukaan saya terinspirasi sama buku ini. Judul filmnya V for Vendetta. Seneng karena saya menikmati filmnya dulu baru kemudian bukunya, bukan sebaliknya.

Saya akan membagikan ulasan saya tentang 1984 pada tulisan selanjutnya ya. Termasuk ulasan tentang V for Vendetta. Selamat menikmati hidup tanpa Bung Besar!

Roman Pembunuh Bayaran ala Leon dan Mathilda

Sebuah Resensi Film "Leon : The Profesional"


Gambar : www.fanpop.com


Berawal dari video klip milik Sting yang berjudul Shape of My Heart, akhirnya saya melirik film berjudul Leon : The Professional. Sebuah film keren keluaran tahun 1994 yang baru saya tonton di 2016 ini. Hehehe… Tapi seperti biasa, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Cara Jean Reno, Natalie Portman kecil, dan Gary Oldman beradu akting  benar-benar membuat saya terkesima. Mereka keren banget!

Leon : The Professional bercerita tentang kisah cinta unik Mathilda dan Leon. Mathilda adalah seorang anak perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang punya kehidupan yang kelam. Sementara Leon merupakan seorang pembunuh bayaran yang professional. Jadi, ini film cinta? Ehm.. Lebih tepatnya ini film aksi dengan bumbu cinta yang unik. Sutradara Luc Besson katanya berkali-kali berkompromi untuk merubah alur cerita. Maklum, tidak semua orang nyaman dengan kisah cinta yang mengarah ke kesan pedofil dan lihat anak kecil yang sebenarnya manis bertransformasi menjadi pembunuh sadis. 

PLOT CERITA
Mathilda              : Is life always this hard, or is it just when you’re kid?
Leon                     : Always like this.

Oke ini dia plot ceritanya. Kisah dimulai dengan aksi Jean Reno, di sini dia bernama Leon,sebagai pembunuh bayaran yang handal. Leon adalah assassin kesayangannya Toni. Bos mafia yang berkedok pemilik restoran Italia di kawasan New York.

Leon tinggal di apartemen murah dan bertetangga dengan keluarga “hancur”. Salah satu anak perempuan keluarga tersebut bernama Mathilda yang diperankan Natalie Portman kecil. Seperti dalam buku legendaris Ronald Dahl, Mathilda tidak dianggap “orang” oleh keluarganya. Ayahnya berbisnis obat-obatan terlarang, ibunya sekilas terlihat berprofesi sebagai prostitusi, dan kakak perempuannya terobsesi memiliki tubuh yang menarik. Satu-satunya surga Mathilda adalah adik laki-lakinya yang umurnya belum genap 5 tahun.   

Mathilda selalu mengenakan pakaian yang membuatnya terlihat beberapa tahun lebih dewasa. Tak lupa dengan rokok yang selalu menyala di tangannya. Mathilda lebih sering memilih duduk di tangga apartemennya dibandingkan berada di dalam rumahnya. Di tempat itulah, Mathilda sering berpapasan dengan Leon setiap keluar masuk apartemennya. Masa-masa awal ketertarikan Mathilda ke Leon.

Suatu hari Stansfield, bos obat-obatan terlarang, mengobrak-abrik apartemen ayah Mathilda. Stansfield (diperankan oleh Gary Oldman) kesal karena ayah Mathilda “menghilangkan” kokainnya dalam jumlah besar. Tanpa ba bi bu, Stansfield yang seperti sedang kesetanan hantu Bethoven membunuh ibu, kakak, dan ayah Mathilda. Adik Mathilda yang sempat bersembunyi di bawah tempat tidur akhirnya ikut tertembak.

Mathilda selamat dari aksi pembuhanan sadis itu karena sedang berbelanja di toko dekat rumahnya. Namun Mathilda sempat menyaksikan adiknya tertembak tepat di saat Mathilda pulang ke apartemennya. Leon menyelamatkan Mathilda. Tepat di saat Stansfield sadar ada anak ketiga yang lolos dari apartemen pencuri kokainnya. Sejak saat itulah Mathilda resmi masuk ke dalam kehidupan Leon.


Leon dan Matilda selalu berpindah-pindah tempat tinggal dengan membawa koper berisi senajata, tas berisi baju seadanya, boneka kelinci matilda, dan pot tanaman kesayangan Leon
Gambar : www.alphacoders.com


Dominasi Mathilda memenuhi hidup Leon. Mathilda meyakinkan Leon untuk melatihnya menjadi pembunuh professional untuk membalaskan dendamnya kepada Stansfield. Ternyata Mathilda berbakat menjadi penembak jitu dan tenang ketika menjalankan aksi bersama Leon. Mathilda terang-terangan mengaku jatuh cinta dengan Leon. Dia berpura-pura menganggap dirinya berusia 18 tahun dan masih berpeluang menjalin relasi bersama Leon.

Sepanjang film Leon terkesan menahan emosinya kepada Mathilda. Dia bersikap dingin dan bertingkah laku seperti seorang idiot. Namun Mathilda berhasil meluluhkan Leon yang akhirnya merasakan kembali kenyamanan hidup. Leon berkata, sudah lama dia hidup dalam dunia kelam. Tepat di saat Leon menembak mati ayah kekasihnya yang dengan biadab membunuh anaknya sendiri karena menjalin relasi dengan Leon. Leon hidup kembali karena Mathilda.

Diam-diam, Leon membalaskan dendam Mathilda. Pembunuh Keluarga Mathilda ironisnya ternyata anggota DEA (Drug Enforcement Administration). Organisasi pemerintah Amerika Serikat yang bertugas memberantas peredaran obat-obatan terlarang. Mathilda juga sembunyi-sembunyi ingin membunuh Stansfield. Mathilda nekad mendatangi kantor Stansfield dengan membawa berbagai senjata Leon di dalam kantong makanan delivery untuk Stansfield.

Tanpa strategi yang matang, Stansfield justru lebih dulu menggrebek Mathilda yang mengikutinya ke toilet pria. Mathilda sekali lagi selamat karena Leon datang di saat yang tepat. Leon membunuh dua orang kepercayaan Stansfield ketika mereka menginterogasi Mathilda. Kemarahan Stansfield memuncak. Dia mendatangi Tony untuk mendapatkan info tentang Leon.

Aksi balas dendam Stansfields menjadi klimaks film. Stansfields dengan akting yang keren memimpin penggrebekan apartemen Leon. Semua asset DEA dikeluarkan karena tim SWAT gagal menghabisi Leon yang tahan banting. Leon sempat menyelamatkan Mathilda melalui lubang angin hotel tempat mereka tinggal. Setelah Leon mengungkapkan rasa sayangnya, Mathilda akhirnya mau pergi tanpa lupa membawa pot tanaman kesayangan Leon.

Tim SWAT mengebom kamar Leon. Leon berhasil menyelamatkan diri dengan berpura-pura menjadi anggota SWAT yang terluka. Stansfield akhirnya berhasil memindai Leon. Dia membiarkan Leon pergi dan menembak Leon tepat di hall pintu utama hotel. Leon dengan tenaga terakhirnya memastikan penembaknya adalah Stansfield. Leon memberikan “ring trick” kepada Stansfield. Dia menyampaikan salam terakhir dari Mathilda kepada Stansfield lalu duarrrr….. Beberapa bom yang sengaja dibawa Leon meledakkan seluruh area pintu keluar hotel.

Film berakhir dengan adegan Mathilda berhasil berjalan keluar area pengamanan hotel sambil membawa tas dan pot tanaman Leon. Sesuai instruksi Leon, Mathilda datang ke tempat Tony untuk meminta perlindungan. Tony menolak Mathilda namun bersedia memberikan tunjangan kepada Mathilda sesuai pesan Leon sebelum terbunuh.  Mathilda memutuskan datang ke sekolah khusus putri. Sebagai penutup, Mathilda mengeluarkan tanaman Leon dari pot ke tanah di halaman sekolahnya. Mathilda berharap dapat tetap mengenang Leon dalam hidupnya seiring dengan pertumbuhan tanaman kesayangan Leon.

DI BALIK CERITA
Saya benar-benar terkesima dengan Natalie Portman dan Gary Oldman dalam film ini. IMDB menginfokan saya, Leon : The Professional merupakan debut pertama Portman. Dia baru berusia 11 tahun ketika memerankan tokoh Mathilda yang eksentrik. Wajar saja Portman tumbuh menjadi aktris yang kemampuan akting ciamik. Debutnya saja jadi Mathilda. Jarang sekali ada anak kecil yang bisa memerankan tokoh nyentrik seperti Mathilda dengan alami.

Portman kecil berhasil menampilkan sosok ABG yang protes dengan kehidupannya dan cara jatuh cinta yang natural. Padahal dia jatuh cinta dengan orang yang jauh lebih tua dari usianya. Jean Reno konon katanya sengaja membiarkan Leon tampil seperti seorang keterbelakangan mental supaya film tidak seolah-oleh menceritakan tentang seorang pedofil. Jean Reno memutuskan Portman mendominasi sense proses pengambilan film sehingga terkesan seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Sementara itu, Gary Oldman terlihat keren sekali di sini. Dia tampil dengan kostum yang sama sepanjang film. Setelan jas berwarna beige (warna antara abu-abu dan coklat) dan sepatu kulit coklat. Itu saja. Namun aksi kesetanannya, terutama setiap dia meminum semacam obat penenang, sangat berkesan bagi saya. Adegan yang membuat saya merinding ketika Stansfield mengendus wajah ayah Matilda secara dekat. Stansfield memang tidak jadi membunuh ayah Mathilda, tapi saya ikutan merasa terintimidasi. Di IMBD, pemeran ayah Mathilda ternyata juga menggalau selama beberapa waktu karena adegan “endusan ekstrim Stansfield” yang ternyata imporvisasi Oldman.

Satu lagi adegan icon yang lahir dari improvisasi Oldman. Adegan ketika Stansfield berteriak : “(Bring me) Everyoneeeee……!”. Gary Oldman memang wow. Luc Besson, sang sutradara, sepertinya sangat puas dengan Oldman. Terakhir saya terpesona dengan Oldman ketika dia berperan sebagai Sid Vicious dalam Sid and Nancy.


Komentar terakhir saya, Leon : The Professional sangat recommended! Jauh dari kata picisan. Lantunan suara Sting menyanyikan lagu Shape of My Heart menjadi penutup yang manis. Keren!    



Culinary Review from The World of Epoy

Food is another kind of heaven to me. For me, there are only two kind of food : delicious and very delicious. Hahaha.. I write some review about food and beverage on my previous blog. Here i share the link :

1. Segar Aneh ala Sarsaparilla. 
It's a kind of Indonesia root beer. My favorite is Saparella brand. This is my review.










2. Serabi Solo, Kue Orang Sabar dan Sehat.
A review about traditional version of pancake. This is the version from Solo, Central Java. I really like it! Here's my review.

Picture : Kuliner123.com



3. Sensasi Masakan Medan ala Kinantan. A recommended place for the Malaya Culinary lovers. Check on my review here.
    

   

Friday, October 21, 2016

Pengakuan Pariyem



Tidak semua yang menanam akan menuai.
Tidak semua yang menuai telah menanam.
Toh pada akhirnya Tuhan tidak akan bertanya "apa agamamu?", tapi justru "apa yang terjadi telah kamu perbuat?".

-Pariyem

Perbincangan batin tingkat tinggi tentang perempuan jawa tulen nan sederhana ala Linus Suryadi. Hebat! Gaya tulisannya mirip Pakde Umar Kayam dengan tambahan bumbu nyinyir. Hehehe..

Buku tua koleksi Mama Rinta yang sudah mulai dimakan rayap. Cetakan kedua. Masih banyak kesalahan cetak. Tapi masih tetap layak dijadikan sebagai rekomendasi buku baik. 

Thursday, October 20, 2016

Menikmati Spageti ala Batak : Mie Gomak


Mie Gomak Rebus ala Chef Ratna Siahaan
Jika italia punya mie (pasta) berupa spageti, Sumatera Utara pun punya mie gomak. Saya beruntung memiliki mama keliharan Balige, kawasan sentra mie gomak paling enak dalam hidup saya.  Yuks kenalan dengan mie gomak.

SERUPA TAPI SAMA 
Sumber foto : Bukalapak
Mie gomak mentah terlihat seperti mie lidi gendut. Berbeda dengan spageti, mie gomak mentah berdiameter sedikit lebih tebal dan warnanya kuning kemerahan. Sekilas, mie gomak yang sudah direbus hampir sama seperti mie aceh tapi dengan ukuran mie yg lebih pendek.

Kata gomak sendiri memiliki arti kurang lebih digenggam pakai tangan. Awalnya, penjual mie gomak menyajikan mie ke pembeli dengan cara mencomot mie dengan dengan lalu disiram dengan kuah. Hehehehe... Jauh dari kata higienis memang.

Mie gomak itu rasanya gurih. Tambahan bumbu apapun sebenarnya akan tetap terasa enak. Disiram bumbu kuah, digoreng dengan tambahan bumbu tumis plus daging, disulap jadi menu italiano dengan topping saus bolognese, atau kreasi (dan selera) lainnya saya jamin rasanya tetap enak.  

Di Balige, daerah asal mama saya, ada sentra mie gomak. Namanya Pasar Balige. Mama ataupun Tulang Hasan, adiknya mama, pasti menculik saya untuk mampir ke mie gomak Pasar Balige setiap kali kami mudik. Kalaupun tidak sempat, yaa cicip mie gomak di sekitaran Pasar Balige lah. Puji Tuhan penjual mie gomak masa kini mulai mengenal istilah kebersihan. Selamat tinggal masa-masa "gomak". :D

RESEP ALA MAMA 
Mama & Cucu roti sobeknya, Eliza.
Hehehe.. Hidup mokmok!

Mama saya bukan juru masak profesional tapi beliau handal meracik beberapa masakan batak toba. Salah satu andalannya itu mie gomak. Ini dia resep mie gomak rebus ala mama. 

Bahan :
Santan dari satu butir kelapa
Labu siam 1 buah
Mie Gomak 500 gram  

Bumbu :
Bawang merah 5 siung  
Bawang putih 5 siung
Kemiri 5 butir 
Kunyit satu ruas jari
Cabe merah 10 buah
Daun sereh 1 buah
Jahe sedikit saja
Lengkuas satu ruas jari
Daun Salam 2-3 lembar
Garam  secukupnya


Tambahan :
Telur ayam rebus
Daging (ayam untuk yang halal atau babi untuk yang suka rasa kuat) 
Bawang goreng

Cara memasak :
Rebus mie gomak sampai matang. angkat dan tiriskan. 

Haluskan semua bumbu. Tumis. Tambahkan dauh sereh, daun salam, dan labu siam yang telah diiris memanjang ala ketupat sayur. Masukkan daging. Campurkanlah dengan santan. Aduk sampai rata. Terakhir masukkan telur rebus setelah kuah terasa matang.  

Penyajian :
Ambil mie gomak secukupnya. Siram dengan kuah. Taburkan bawang goreng secukupnya. Jadi deh. 

Selamat mencoba! 


Monday, October 10, 2016

Movie Review from The World of Epoy

I posted some movie review on my previous blog. Some of them are so ridiculous to read. Hahaha.. Here the links : 

1. Blood Diamond
Click here to review. Please don't say : "What's the heck with the grammar?" :P












2. Quo Vadis
Picture : The Prayer Foundation
Need another perspective for passover - easter moment? I recommend you to watch Quo Vadis. Click here to see my review.  











3. Bride and Prejudice

Picture : Wikipedia
The bollywood version of Pride and Prejudice. Click here to review












4. Simfoni Luar Biasa
Picture : Wikipedia
Actually, this is not a review. It's a simple explanation why i love this Indonesian musical movie. Click here to visit










5. Rectoverso
Picture : www.movie.co.id

Rectoverso is another masterpiece of Dewi Lestari. It's an album but also a book. Five extraordinary artist magically made the omnibus film of Rectoverso. I Love it! This is my review.  


Halo Halo Halo

Hai! Ini Evi dan Ruben. 
Blog ini merupakan catatan hura-hura ala kami. 
Sebagian bercerita tentang makanan, jalan-jalan, film, buku, dan beberapa hal menarik lain yang sukses bikin kami penasaran. 
Selamat menikmati!

Lokasi : Pantai Sundak, Gunungkidul, Yogyakarta